lihat gambar di atas selama dua jam lalu tertidur. jika itu terlalu lama dan tidak membuatmu tertidur, baca ini:
apa yang sedang dipikirkan oleh orang-orang saat kesulitan tidur malam begini? menurutmu, apakah penting memikirkan apa yang sedang mereka pikirkan? atau apakah memikirkan mereka “sedang memikirkan apa” bisa mengantarkan kita pada tidur yang sehat, lagi lelap?
untuk pertanyaan terakhir, jawabannya: mungkin ya, mungkin tidak.
bagi saya, pertanyaan adalah hal pertama yang wajib hadir di kepala manusia setiap saat dan sampai kiamat. sedangkan jawaban adalah hal terakhir yang boleh manusia dapatkan setelah jawaban. tidak ada jawaban adalah kebahagiaan sedangkan kebahagiaan adalah rahasia. rahasia yang hanya milik tuhan. tapi tuhan meninggalkan kita di ruang internet seperti ini. ia sedang nyaman di toilet.
apa yang kita miliki selain kepedihan semacam itu?
misalnya, kamu ingin tidur, tapi tidak bisa tidur. kamu ingin berdoa, tapi kamu tidak menghapal satupun doa. kamu ingin bicara apa saja sebagai doa, tapi malas juga melakukannya. kamu mau tuhan, tapi tuhan tidak mau. tuhan mau sedangkan kamu tidak tahu. “sedang apakah hari kiamat saat waktunya belum tiba?”
sedang tidur malam atau sedang begadang?
asal kamu tahu: kamu adalah bantal, sedangkan hidup adalah ranjang. tikar adalah semesta. tidak ada hidup tanpa semesta, jadi bantal tidak perlu ada saat kamar punya tikar dan ranjang! lalu ke mana kamu saat itu?
mari katakan inna lillahiwa inna ilaihi raji’un sebagai pembuka sajak berantakan ini. rapalkansekali lagi, dengan tartil—inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. jika kautakut pindah agama karena kalimat itu, kau boleh menggantinya dengan kalimatperpisahan apa saja yang telah kau kumpulkan seumur hidup. barangkali telingamutelah banyak menyimpan kalimat semacam itu, atau barangkali jilatmu, jidatmu.semoga itu terdengar rumit.
2/
aku hanya ingin membuatmu pusing di beberapa pragraf ini, jika kau takut, kau boleh minggat, segera! tapi jika kau mengira akan baik-baik saja, tetaplah mengeja. a, b, c, d, e, f, g, dan h. kau sudah memulainya. sekarang, jawablah pertanyaanku, berapakah jumlah kalimat yang mampu dimuat oleh kepala? mungkin 2019 tahun jumlahnya?! atau hanya mungkin memuat kata yang sering kita pakai namun tidak pernah kita kenali?! seperti kata ‘sundahlan’ atau ‘selangkangan’. aahhh, dasar!
3/
aku tak peduli betapa kasarnya kalimatku di tempat ini, dan di bagian yang akan datang, aku sungguh tidak peduli! sudah nyaris sebulan aku tidak pernah membuat kalimat kasar dengan sempurna. persetan! semoga kalimat-kalimat semacam ini bisa membuatmu mengerti bahwa membuat kalimat itu susah sekaligus mudah. sesusah melepaskan kabar buruk dari botol susu beruang selepas kita menghabiskan malam panjang di ranjang, tapi semudah mengeluarkan cairan putih yang kelak disebut cairan paling nista oleh agamawan.
4/
aku hanya ingin mengabarimu bahwa kepala abba-mu telah kupenggal jauh sebelum kata penggal dikenal oleh bahasa indonesia. seorang penjual ikan mengucapkan kalimat itu ketika kepada seekor kucing yang melarikan sepotong ikannya, “kupenggal kau kucinganjing!” lalu seorang wartawan memuatnya di koran: penggal! maka tibalah kata itu di benak siapa saja yang berniat membunuh atau menyakiti. dengan pisau, atau dengan kata-kata. sama saja!
5/
sebagai bagian tubuh, maupun sebagai kata. kepala-ku sudah merasa jijik untuk menampung nama bekas kekasih itu. semacam sampah. mungkin. semoga pemerintah bersedia menyiapkan tempat sampah yang layak bagi jenis sampah semacam ini. atau masukkan saja di tong sampah yang berwarna kuning jika kau punya: tong sampah anorganik, sulit didaur ulang. seperti bekas kekasih, ia hanya bisa dibuang, jauh dan amat jauh. jangan lupa, beri label di wajahnya, barang terlarang!
6/
tapi kau boleh memilih hal lain. jika kau merasa mau jadi Marcedes Herrera bagi Edmond Dantes. sila-tambah-kan. di dunia ini, Tuhan menciptakan banyak Fernand Mondengo kok! kujamin. siapapun yang jadi aku, atau Count of Monte Cristo bagimu, akan siap menjadikanmu sepotong kuku yang lepas jari-jemarinya, tanpa cairan merah, setetes pun!
7/
jika kelak kau kembali bertemuabba-mu, katakan bahwa “di suatu tempat yang tak kau kenalibernama Kolong di Layar Komputer, seseorang telah mengantarmu ke pabrik daurulang.” aku kasihan. aku hanya sedang mengawetkan mayatnya di sajakini, atau Kolong di Layar Komputer. sampaikan pula “jika kau inginbalas dendam, wasiatkan kepada anak-anakmu bahwa setanlah yangmelakukannya.”
8/
aku setanmu, Sayang (untuk malaikatyang membaca sajak ini). jika kau marah, kau boleh mengawetkanku juga.semoga kau tidak kehabisan air liur setelahnya. selain dariku, kau bisamendapatkan air liur dari mana saja! kau tahu? ada banyak air di sungai Poleang,atau di sungai Saddang, atau Jeneberang. kau hanya sisa meneguksekali dan berkata, setanG! kau akan kembali mendapati segumpal air liur tepatdi lidah sebelah kirimu.
9/
—mari katakan inna lillahiwa inna ilaihi raji’un sekali lagi, sebagai penutup sajak berantakan ini.rapalkan sekali lagi, dengan tartil. jika kau takut pindah agama karena kalimatitu, kau boleh menggantinya dengan jenis kalimat perpisahan yang telah kaukumpulkan seumur hidupmu.
10/
lapar? mau makan? jangan terlalu banyak memikirkan perut. karena perutlah yang membuat kita sama saja dengan binatang sundal! selamat tinggal. ehhh, aku tidak suka mengatakan ‘selamat tinggal’, itu kalimat yang bodoh. digunakan untuk berpisah tetapi malah memilih kata ‘tinggal’, kau mau tinggal atau pisah sih?ahhh, sampai jumpa! pakai itu saja.
karena perpisahan adalah perjumpaan yang lain. aku takkan sedih, kekasih. berapa jarak antara pergi dan pulang jika tujuan telah bersahabat dengan pelukan?
karena pertemuan adalah perpisahan yang lain. aku takkan sedih, kekasih. berapa waktu antara lama dan segera jika kesibukan dipahat hanya untuk kita berdua?
karena maksud lain sesuatu, adalah kita. dan segala sesuatunya.
Suatu waktu—di subuh hari, seseorang datang kepadaku dengan tangan berdarah. Ia habis membunuh kekasihnya dengan belati. “Bagaimana mematahkan hati seseorang? Ajari aku cara melakukannya!” mohonnya sambil menyerahkan belati yang basah dan licin di tangannya. Kuraih belati itu, dan kutuliskan sajak cinta di dadanya:
belajarlah mematahkan hatimu sendiri sebelum seseorang datang mematahkannya—dan itu berarti, tak akan ada lagi yang bisa kau patahkan sendiri, selain kesedihan yang lebih dalam.
Setelah menulis sepenggal sajak itu dengan belati, darah mengalir tambah deras dari bekas luka kata-kata yang kubuat. Dan kuserukan kepadanya:“berwudulah dari air kata-kata yang terukir di dada kita, karena hanya dengan menempuh jalan itu, kita bisa mematahkan hati-hati: hati kita atau hati orang lain!”
“Bagaimana cara mematahkan hati seseorang?” tanyanya sekali lagi.
Kukumandangkan azan di ketiaknya, lalu kuserukan kebaikan sekali lagi “salat subuhlah selalu, sampai tubuhmu tua dan kau paham bahwa tidak ada hal yang paling kau benci selain ngantukmu yang tak kunjung menua. Kau akan patah hati. Tinggal tambah akhiran -kan dan kata orang lain: kau akan patahkan hati orang lain. Apa kau mengerti?“
Kemudian bertobatlah ia dengan air mata merah di pipinya, sambil terisak.
Setahun setelahnya, kami bertemu kembali di rajang. Menidurkan ngantuk kita masing-masing yang menempuh jalan suluk. Rendah hatilah selalu ngantuk yang terkantuk-kantuk. Semoga kelak punya jodoh serupa: mimpi buruk dan terkutuk!
1/ kutinggalkan rumah sendiri. seekor kucing datang, berniat menjaganya dari tamu yang tak diundang, hingga aku datang.
2/ ada bau yang menyengat. kupikir, itu tamu yang harus kujamu dengan sebaiknya datanglah keluh, dari tetangga bahwa kucing mereka telah membuang sampahnya sembarangan.
3/ tamu yang hendak kujamu lebih dulu menjamuku. di hidungku, ada sesuatu. mirip batu atau hantu, setiap pagi dia pindah ke mataku. seperti toko parfum yang menawarkan beragam bau.
4/ kemana kita akan menyembunyikan rautnya? kata sepupuku. di tempat pembuangan yang selalu jadi benalu, kataku. suatu hari, kita akan butuh kain dari benang atau benalu, untuk kenangan. juga semprotan, pengusir pahit dengan tenang.
5/ tetanggaku memberi aku menerima. dengan senang hati, kucin(g)tai kau!
pernahkah kuceritakan kepadamu, mengapa laki-laki yang mencintaimu bercita-cita menjadi orang bisu? 1/ kau bisa menemukan jawabannya di dalam cermin—pada pagi hari setelah kau membersihkan seluruh tubuhmu dari sketsa kenangan, yang kau sebut sebagai takdir. 2/ sebab cermin, adalah kuburan sekaligus rahim bagi segala pertanyaan tentang kita. aku menunggumu di sana. temuilah, saat kau lupa di mana aku dan kau pernah berada. 3/ jika kelak, seseorang dalam dirimu bertanya, berapa jarak antara cermin dan bulan? dekaplah, tanpa jawaban, tanpa pertanyaan, tanpa kata-kata.
galon biru di atas dispenser putih pekat sepekat dinding dan wajahmu yang kusut melayang di bibir langit, melangit di langit-langit vila kipas berputar pusing memalingkan wajah menabrak udara yang berbaris rapi terarah katanya, filsafat datang memperparah segalanya payah! aku hanya orang kampung kampungan di perkampungan filsafat rumahku tak lagi kukenali telah roboh bersama rumah tetangga perih teriakan filsafat merobohkan segalanya kepala suku mati kampung filsafat jadi sepi menepi ke piring kota menyudut di kotak alam semesta ibu dusun jua tak luput mati dan rumahnya ikut roboh tergelentang biru di permukaan alis manggis menangis dalam kampung filsafat gadis desa itu, anak kepala dusun, nyaris tertawa memegang dagu anggunnya dengan sapu tangan epistemologinya matanya hijau, tenggelam dalam warna-warni udara gadis itu lumpuh ia melangkah dengan ontologi pasar riuh sekaligus sepi, sekali dalam seminggu ramai di pagi hari gadis itu juling ia kadang melihat dengah satu arah lebih sering dengan banyak arah mengalahkan arah rindu yang kemana-mana gadisku, gadis desa itu melupakan lumpuh dan julingnya memeluk erat aksiologi gila berteriak ke mana-mana nyaring yang kosong, omong kosong anehnya, kucinta dia filsuf lumpuh, juling dan lupa diri itu ia mampu terbang menyalib kiri laju jibril aku tak peduli aku orang kampung, kampungan di perkampungan filsafat kampung, lapar yang korup aku lapar melihat filsafat seperti koruptor dan filsafat haruslah lapar, tenggelam dalam kelaparan seperti orang kampung, koruptor harus berfilsafat agar menjadi kampungan, juling dan lupa diri lupa pada kelaparan rupiah dalam dirinya aku nalar dan kau jodohku seperti tuhan, kau setia pada sepi karenamu, buah mangga bisa menjadi durian aku suka makan durian kampungan di perkampungan filsafat dasar kampungan! katanya membumikan nilai falsafah padahal eloknya, filsafat itu kota perkotaan filsafat metropolitan raya pikir dan hikmah pelacur dan pengemis adalah filsuf kota dan di kotalah, filsuf berkeliaran di pom bensin juga di jalan nusantara, filsuf nusantara