Mimpi Buruk Seorang Penyair (z)Alim dan Terkutuk
Mimpi Buruk Penyair Puisi Puisi Cinta Puisi Filsafat Sajak
Suatu waktu—di subuh hari, seseorang datang kepadaku dengan tangan berdarah. Ia habis membunuh kekasihnya dengan belati. “Bagaimana mematahkan hati seseorang? Ajari aku cara melakukannya!” mohonnya sambil menyerahkan belati yang basah dan licin di tangannya. Kuraih belati itu, dan kutuliskan sajak cinta di dadanya:
belajarlah mematahkan hatimu sendiri
sebelum seseorang datang
mematahkannya—dan itu berarti,
tak akan ada lagi yang bisa kau patahkan sendiri,
selain kesedihan yang lebih dalam.
Setelah menulis sepenggal sajak itu dengan belati, darah mengalir tambah deras dari bekas luka kata-kata yang kubuat. Dan kuserukan kepadanya:“berwudulah dari air kata-kata yang terukir di dada kita, karena hanya dengan menempuh jalan itu, kita bisa mematahkan hati-hati: hati kita atau hati orang lain!”
“Bagaimana cara mematahkan hati seseorang?” tanyanya sekali lagi.
Kukumandangkan azan di ketiaknya, lalu kuserukan kebaikan sekali lagi “salat subuhlah selalu, sampai tubuhmu tua dan kau paham bahwa tidak ada hal yang paling kau benci selain ngantukmu yang tak kunjung menua. Kau akan patah hati. Tinggal tambah akhiran -kan dan kata orang lain: kau akan patahkan hati orang lain. Apa kau mengerti?“
Kemudian bertobatlah ia dengan air mata merah di pipinya, sambil terisak.
Setahun setelahnya, kami bertemu kembali di rajang. Menidurkan ngantuk kita masing-masing yang menempuh jalan suluk. Rendah hatilah selalu ngantuk yang terkantuk-kantuk. Semoga kelak punya jodoh serupa: mimpi buruk dan terkutuk!
Makassar, 01 Mei 2019.