Harap-Harap Cemas

Harap-Harap Cemas

Harap-Harap Cemas

Photo by Radu Florin on Unsplash

aku duduk sepanjang malam 
di kedai itu, kekasih.
menunggu langkahmu tiba 
di tujuan yang tidak ingin 
                        kau tuju.

di luar basah. hujan telah,
jam 12 malam, jam di dinding
dadaku dan harap-harap cemas
terjadi seperti bencana

kutulis sajak ini
sambil berharap
            tak ada
kecewa, di antara penantian
aku dan kau dan tiada

aku duduk sepanjang malam
di kedai itu, kekasih
menempuh yang tak tertempuh
jalan tanpa arah, persimpangan
dan kau tidak pernah datang

Jogja, 08 Desember 2021. 
Mengamati Kematian Melambai

Mengamati Kematian Melambai

Mengamati Kematian Melambai

Photo by Raimond Klavins on Unsplash

di kapal itu
kehidupan tak segitu, bermuka
memandangi kita. 
kau tak mengenalinya
aku tak melihatnya

di kapal itu
tak ada yang... segitu.
tak ada yang melihat kita
kita tak melihat kapal
        tak melihat kematian
        kehidupan juga.

kita hanya dan begitu
        membiarkan semuanya
        dan seolah, ada.
dari arah jauh, kapal itu
dan kita, mengamati kematian melambai
                perlahan. datang.

Jogja, 08 November 2021.
Biru dan Putih

Biru dan Putih

Biru dan Putih

Photo by Uri Paz on Unsplash

waktu ia menerima kabar
    pernikahan kekasihnya,
    seluruh tubuhnya luruh,
    hilang. sebagian tiada.

"berbahagialah," bisik dia.

biar waktu, senyap
    sejenak. mengabur-nguburkan semua
    yang pernah. hujan pasti akan
    reda, dan berhenti, selama apapun ia jatuh.

"jangan bersedih," bisiknya lagi.

apa yang datang
    sebagai biru, tak selalu jadi putih
    seorang merampas biru.
    putih tetap di sini.

waktu ia menerima kabar
    pernikahan kekasihnya
    seluruh tubuhnya luruh,
    hilang. sebagian telah tiada.

putih tidak hilang, dan biru
            mungkin tidak pernah datang,
            ia tak pernah di sini. sama sekali.

Jogja, 08 Oktober 2021.
Sebuah Surat Cinta

Sebuah Surat Cinta

Sebuah Surat Cinta

Andi Alfian
Photo by Andrew Dunstan on Unsplash

aku hanya ingin mengatakan: mengapa aku seringkali melakukan hal bodoh? aku sendiri sebetulnya tidak tahu jawabannya. barangkali, jika aku masih waras, aku mungkin tidak menyebutnya jatuh cinta. tapi bukan itu, aku hanya ingin mengatakan:
Seiris Kata

Seiris Kata


dalam seiris waktu yang langka
aku merayap berjalan dan berlari
menjelajahi celah yang retak antara kata dan cakrawala

di sana
kusaksikan ancaman angkasa
kumerasai takutnya samudra
kubelajar dengan asa
pada titik jiwa yang payah

Makassar, 10 Agustus 2017.

Photo by Blaz Photo on Unsplash
5 Puisi Rindu yang Jeleknya Minta Ampun

5 Puisi Rindu yang Jeleknya Minta Ampun

 5 Puisi Rindu yang Jeleknya Minta Ampun

Photo by Aaron Burden on Unsplash

Rindu Semakin Mencekam


berhari-hari, berbulan-bulan
rindu yang terpendam semakin tebal
seperti akar pohon yang semakin kekar
memberikan kehidupan serangga yang tentram
dan juga harapan yang melegakan

kini…
aku tak lagi cermat menjalani hari-hari
lagu di radio berdendang tak kuhirau
burung berkicau di cakrawala tak kuberi arti

percik lembut sang hujan tak kurasa
kehangatan mentari tak kuberi makna
segalanya yang mengagumkan kini kehilangan daya
dicerabuti oleh rinduku yang semakin cekam

kini rindu telah lupa cara bergengsi
dan hanya ingat cara bermurah hati
jiwaku kini terjangkiti
seperti kehampaan gula dalam secangkir kopi

aku bukanlah penikmat kopi
seperti mereka menikmati kopi di malam hari
aku bukan pula penikmat susu
seperti mereka menikmati susu di pagi hari

tapi,
aku hanyalah penikmat rindu
dan bagiku, rindu selalu saja paling nikmat di malam dan di pagi hari!

Bombana, 2016.



Rindu Telah Mati


rindu
ucapannya sayu
matanya murung
wajahnya muram
tubuhnya meranggas

rindu
kini semakin sayu
rapuh, serapuh lilin
dalam gelap, rindu menemukan ajalnya
karena bosan merindu

Bombana, 2016.



Aku Mati Karena Rindu


aku mengira, rindu telah mati
padahal, akulah yang mati
terbunuh olehmu yang kunanti
memang berkali-kali

ajal selalu menghampiri
meski aku menolak dan berlari
bersamamu kuingin berlari-lari
dalam sunyi, sepi berlari bersamamu dan itu kudapati

kau ternyata memilih sepi, sunyi, dan pergi!

Bombana, 2016.



Aku, Rindu dan Mati

aku mati
rindu jua telah mati
karena aku, rindu, dan mati
merindu pada dirimu sampai mati.

Bombana, 2016.



Rindu dan Hampa


aku merindu
karena merasa hampa!
maka izinkanlah puisi ini juga hampa dari makna
seperti aku hampa darimu, dara.

Bombana, 2016.
Sang Dara

Sang Dara

Sang Dara


Photo by Sincerely Media on Unsplash

1.
malam ini kurang ajar
tapi mengajariku tentang rindu
ia datang dengan wajah sang dara
memikat mata dan hatiku tak kuasa

2.
cahaya kamarku kurang terang
namun menerangi kegelapanku
ia datang bersama nyala sang dara
memadamkan gelap cinta dalam jiwa

3.
udara malam ini kurang dingin
namun mengusir panas nafsuku
ia datang bersama rindunya sang dara
memadu rinduku dan rindunya, aku tahu itu, dan ia juga pasti tahu itu.

4.
layar laptopku kurang etis
namun ia membaptis segala cemburu
ia menebarkan radiasi pilu ke ulu hati
dan terhenti, kala terdengar pengakuan akan rindu yang ada di hati.

5.
suara bulan malam ini kurang merdu
namun menemaniku dalam sendu
sepi pada gumpalan rindu yang pilu
namun sesekali senyummu lumpuhkan suara merdu, sendu, rindu, dan bahkan pilu.
hanya kau selalu.

Makassar, 2017. 
Percayalah Rasamu

Percayalah Rasamu

Percayalah Rasamu: sebuah puisi tanggapan.


Photo by Nick Fewings on Unsplash

malam ini,
kau bisikan syairmu padaku

kau bilang, kau ragu pada cintaku
kubilang, kau boleh ragu pada cintaku, tapi cintamu jangan
kau bilang, kau ragu pada rinduku
kubilang, kau boleh ragu pada rinduku, tapi rindumu jangan

bukankah cinta adalah rasa?
bukankah rindu juga rasa?
lantas…
kau boleh meragukan rasaku yang terwakilkan pada kataku
sebab…
seutuhnya, kata tidaklah mampu menampung rasa

maka…
percayalah pada rasa, bukan pada kata, bukan pula pada rasaku
tapi…
percaya pada rasamu sendiri, masihkah rasamu sendiri mampu kau ragukan?

aku merindukanmu!
sesimpel itu.

Makassar, 2017.
Aku Tak Ingin Bermimpi

Aku Tak Ingin Bermimpi


malam..
……………yang..
……………………pening..

dalam…
…………..tidur…
……………………..yang…
………………………………bening…

kulihat….
……………..kau….
………………………pergi….
…………………………………tanpa….
……………………………………………rindu….

kulihat…..
………………itu…..
………………………dalam…..
…………………………………..mimpiku…..

aku…..
…………tak……
………………….ingin…..
………………………bermimpi…..
………………………ucapku pada tidurku…
………………………ucapku pada malamku…

Makassar, 2016.
Engkaulah Puisiku

Engkaulah Puisiku

Andi Alfian
Photo by Jack B on Unsplash


di malam panjang
rembulan dalam jiwaku separuh termangsa gelap
kurindu pujaan yang enggan menyapa
membuat rindu menjadi kelabu pekat merenggut sukma
penantian kini semakin kelam tanpa kepastian

deru asmara tertiup semakin jauh
jauh sejauh khayal menepis semesta
tapi cinta tak kunjung menyerah
biarlah!

kutulis puisi untukmu
karena hanya puisilah yang mampu mengubah debu menjadi embun
kuberpuisi karenamu
karena engkaulah puisiku
engkaulah cintaku.

Bombana, 2016.
Pagi yang Masih Belia

Pagi yang Masih Belia

Andi Alfian
Photo by Cody Chan on Unsplash


di sepanjang malam yang tua
kumenikmati aurat kegelapan
keluruhkan semua mimpi yang ada
kuluruhkan semua bayangmu yang mengada
bayang yang telah pergi bersama separuh cahaya

penantianku kini teranulir menjadi kebosanan
sepanjang malam kucari apapun penggantimu
lalu kudapati pagi yang masih belia
kunikmati dan kunikmati

izinkanlah pagi yang belia ini menemani tidur malamku
meskipun tak elok membandingkanmu dengan pagi
sebab engkaulah malam yang terang dengan cinta
malam yang buta dengan kefanaan sebab cinta kita abadi

Bombana, 2016.
Sisa-sisa dari Makassar

Sisa-sisa dari Makassar

Andi Alfian
Photo by Arief Hidayat on Unsplash

kemarin, di Makassar
bumi sesak dengan hiruk pikuk perkotaan
membuat para manusia menjadi mayat dengan enggan
karenanya, bait puisi telah lekang oleh kepadatan

dan bait ini hanyalah sisa
sisa-sisa dari kehampaan
karena hampa bahkan kerena ketakhampaan.

Bombana, 04 Agustus 2016.
Kevulgaran Cinta

Kevulgaran Cinta

Kevulgaran Cinta
        :jika aku adalah wanita
1.
aku mencintaimu
namun takut ciumanmu
aku menyayangimu
namun benci kelaminmu

2.
aku benci kelaminmu
namun aku sayang padamu
aku takut ciumanmu
namun aku cinta padamu

3.
ciumanmu tanda cinta padaku
membuatku takut kehilanganmu
kelaminmu tanda sayang padaku
membuatku takut kepergianmu

4.
biarlah cinta dan ciumanmu
menjadi ikatan suci dalam jiwaku
biarlah sayang dan kelaminmu
menjadi simpul keabadianku

5.
karena…
ketika lidah dan bibirku pecah
oleh lidah dan bibirmu
ketika selaput daraku tergores
oleh kelaminmu yang perkasa

maka saat itulah cinta mengabadikan diri...

2016.
Bilang-Bilang Cinta

Bilang-Bilang Cinta

Andi Alfian
Photo by Annie Spratt on Unsplash


cinta
belum kubilang
selalu saja tak terbilang
padamu, akan kubilang
akan rasa tak terbilang

aku tetap cinta
meski tak bilang

mungkinkah kau tahu
mungkinkah kau pahami
pada rasaku tak terbilang
lantaran belum juga kubilang

aku tahu
lewat bening matamu
terungkap engkau juga cinta
meskipun tidak bilang

rasamu tak terbilang
rasamu nan elok membayang
menghantui kala petang menghadang
dan belum mampu kau bilang

agar aku bisa bilang
“aku tetap cinta meski tak bilang”
aku ingin kau bilang duluan
meskipun kau tak bilang
lalu menghilang
kian menjadi bayang.

Bombana, 28 Mei 2016.
Aku Merindu

Aku Merindu

Andi Alfian
Photo by Jean-Louis Aubert on Unsplash


rinduku
aku mengalami kerontokan bahasa
tak lagi mampu mengungkap rasa
hanya deru rasa rindu semata
bersemayam dalam dada

rinduku
engkaulah pemutik embun dalam dahaga
peniup deru kala hening cipta tuhan dalam diri
penyuntik tetesan madu-madu cinta
tempat berlabuhnya rindu nan manja

rinduku
ingin kuselami kristal kerinduan dalam dirimu
ingin kutawafi dunia fana ribuan makna bersamamu
ingin kurasai buana dalam jiwa kesejatian diri

rinduku
akan kulakukan segalanya
agar engkau tahu
aku merindu, aku mencinta
aku mencinta pada egomu
ego tuhan pada dirimu

Bombana, 26 Mei 2016.