Untuk Adik Perempuanku

Untuk Adik Perempuanku

Untuk Adik Perempuanku

Photo by Rene Bernal on Unsplash

September lalu, beberapa hari sebelum saya berangkat ke Jogja, saya menyempatkan waktu untuk duduk-berkumpul dengan adik-adik perempuan saya—adik kandung, adik sepupu, dan adik-adik perempuan sekampung saya yang kebetulan tinggal di rumah yang sama dengan saya, di jalan Toddopuli, Makassar. Mereka semua mahasiswa baru di beberapa kampus di Makassar. 

Saya ingat, saya berpesan kepada mereka: “Jika kalian masuk kampus, jaga diri kalian baik-baik, di kampus, ada banyak predator seksual, predator itu bisa jadi adalah dosenmu yang kelihatan mengagumkan, temanmu yang memberi kesan melindungi, membantu, dan sebagainya. Predator itu bisa jadi adalah laki-laki siapapun di sekitarmu. Intinya, hati-hatilah! Jaga batas pertemanan, jaga sikap saat berinteraksi dengan laki-laki. Dan yang terpenting, jika kamu mengalami pelecehan, jangan takut untuk melaporkan, minta bantuan ke saya, atau ke orang terdekat.” 

Saya menyadari bahwa peringatan semacam itu benar-benar harus saya sampaikan, karena saya tahu mereka masih remaja, mereka baru akan masuk kampus, dan saya curiga, mereka belum mengerti soal kekerasan seksual yang dialami oleh orang-orang di sekitar mereka. Saya benar-benar sadar bahwa saya tidak ingin adik-adik perempuan saya mengalami apa yang dialami oleh dua teman dekat saya: 

(1) Teman perempuan saya bercerita ke saya bahwa dia mengalami pelecehan seksual di bus saat dia sedang dalam perjalanan pulang kampung. Dia menceritakan pengalaman buruk itu ke saya sambil menangis, “Pian, tidak bisaka apa-apa waktu itu, dan…” suaranya kemudian hilang, berubah jadi tangisan, semakin lama makin parah. Bagi saya, tidak ada bencana yang lebih buruk daripada melihat seorang perempuan menangis di depan saya.

(2) Teman perempuan saya yang lain, bercerita soal aksi dosen pembimbingnya, yang meminta dia untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan kantor hingga memanggilnya beberapa kali ke hotel. Dia mengaku ke saya bahwa dia selalu berhasil menolak dosen itu. Dia mengajukan pertanyaan ke saya saat menceritakan gelagat dosennya: “Apa yang sebenarnya dosenku inginkan dari saya, Pian?” Dari detail ceritanya, saya bisa mencium niatan buruk.

Dari dua pengalaman teman dekat saya, saya turut memahami, betapa jahatnya predator-predator itu, dan tentu saja, saya tidak ingin hal semacam itu dialami oleh adik-adik perempuan saya, saya tidak ingin itu dialami oleh orang terdekat saya. Saya tidak ingin itu dialami oleh siapapun! Dan untuk sementara, satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah melindungi mereka dengan cara yang bisa saya lakukan, salah satunya: mengingatkan mereka bahwa di sekeliling kita ada banyak predator yang sedang cari mangsa.

Terakhir, siapapun yang ada di sekitar kita sekarang, di sini, saat ini, adalah yang terbaik, perlakukan mereka dengan cara terbaik.
Load comments