Jangan Jadi Toilet Buntu!
eSA Teater Puisi Sajak UKM Seni Budaya eSA
kemarin, di ruang organisasi dan kesenian
kudengar rentetan kata melesap keluar dari sebuah bibir dengan sorot wajah tanya:
apa yang lebih penting dari solidaritas?
apa yang lebih penting dari kolektivitas?
aku tak henti memikirkannya hingga tulisan ini kau baca
setelah sepotong lagu kesukaanku habis melahap dirinyadsendiri di malam hari
aku jadi meragukan diriku sendiri
kupikir, kepalaku telah hilang
dan aku tidak peduli!
sungguh, aku ingin mengakhiri sepenggal skeptis di kepalaku sebelum bintang dan bulan mati bunuh diri.
hai, kau!
kukatakan padamu, kualitas karya lebih penting dari solidaritas dan kolektivitas semu.
jangan bicara banyak soal keduanya
kolektivitas bukanlah remeh temeh dalam perbincangan, tapi kerja dan beraksi
solidaritas bukanlah buah bibir yang mesti diperdebatkan, tapi nilai yang mesti diresapi.
hai, aku!
kukatakan dengan tegas pada diriku sendiri
di antara dua pilihan itu: kualitas karya dan solidaritas.
kau tidak mungkin rela memilih satu dan mengorbankan yang lainnya, jika kau tak egois.
hanya saja aku salah, kau egois!
aku bahagia bisa mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku egois, sungguh bahagia.
hanya saja, kepalaku harus lebih dahulu kupenggal untuk itu.
bukankah saat idealisme dipecundangi tidak ada lagi hal yang mesti pertahankan?
termasuk kepala yang kita pakai, ia hanya bola kasti di ujung tubuh
tak menemui kaki yang menendangnya.
maukah kau menjadi kaki untuk kepalaku yang semakin hari semakin buntu?
seperti jalan buntu dan toilet buntu, memiliki kepala yang buntu hanya akan membuat orang-orang gila merasa waras.
menyebalkan.
jangan jadi toilet buntu!
eSA Teater Studio, 01 Mei 2018.