Intoleransi dan Pluralitas
Bhinneka Tunggal Ika Gumam Komnas HAM
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya keberagaman, kekayaan ini meliputi budaya, suku bangsa, ras, kepercayaan, agama, dan bahkan keberagaman yang dimiliki bangsa kita ini bisa dikatakan terdapat di segala aspek kehidupan masyarakatnya. Meskipun terdapat berbagai keberagamaan dan perbedaan, bangsa ini tetap satu. Sebagaimana yang menjadi semboyan bangsa ini “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Sebagai bangsa yang penuh dengan keberagaman maka tidak heran jika persoalan yang banyak muncul dalam kebangsaan kita adalah persoalan konflik sosial karena perbedaan. Untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun dengan berbagai perbedaan-perbedaan maka sangat dibutuhkan kesadaran akan sikap toleransi. Namun realitasnya, dalam bangsa yang penuh dengan keberagaman ini, malah dihiasi dengan berbagai tindakan intoleransi. Misalnya, fenomena konflik antar umat beragama yang semakin marak terjadi akhir-akhir ini.
Fenomena intoleransi penganut agama semakin merebak mulai dari jantung ibukota hingga pada sudut-sudut daerah di bangsa ini. Sikap intoleransi agama tersebut di antaranya sikap menyebar kebencian terhadap kelompok atau golongan yang berbeda dengan agama mereka, melakukan propaganda fitnah dengan data manipulasi yang menampilkan bahwa kelompok yang berbeda dengan mereka telah menyimpang, layak untuk diperangi, dan terjadilah penistaan, pembunuhan, dan berbagai kejahatan atas nama agama.
Berdasarkan data dari Komnas HAM, pengaduan tentang pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan semakin tinggi. Padahal secara hukum, negara telah dengan tegas menjamin kebebasan beragama sebagaimana yang terdapat pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 E Ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.” Kemudian Pasal 28 E Ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.”
Jaminan tersebut diperkuat lagi dengan Pasal 29 Ayat (2) bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Pasal-pasal di atas bukan hanya menjamin hak beragama namun juga menjamin ekspresi keagamaan yang merupakan bagian dari ritual keagamaan dan kepercayaan. Sehingga segala bentuk intoleransi yang muncul dari fanatisme umat beragama sangat bertentangan dengan hukum di Indonesia.
Selain itu, jika kita ingin menilik lebih dalam, pada dasarnya di masing-masing agama telah memberikan prinsip dan pegangan hidup bagi penganutnya untuk menjalani kehidupan dengan penuh kerukunan. Baik kehidupan secara perorangan, keluarga, masyarakat, negara, maupun kehidupan dalam lingkup dunia. Prinsip dan pegangan yang berasal dan terletak di masing-masing agama ini merupakan aturan-aturan yang menjamin keberlangsungan perdamaian, stabilitas, keadilan, dan harmonisasi.
Tetapi ada hal yang mesti dipahami bahwa prinsip yang ditawarkan oleh masing-masing agama tidak terurai secara terperinci, karena hal-hal yang ditawarkan oleh agama adalah hal yang mesti mengalami persesuaian keadaan lingkungan penganutnya dalam waktu dan tempat yang berbeda. Sehingga prinsip yang ditawarkan agama ini sebenarnya memberikan kebebasan bagi kemampuan akal penganutnya terhadap perubahan-perubahan prinsip itu. Perubahan dalam hal ini berarti pemaknaan, penafsiran, pemahaman terhadap prinsip yang ditawarkan oleh agama, dan inilah yang menghasilkan perbedaan.
Kita selaku penganut agama sepatutnya tidak boleh beranggapan bahwa agama Tuhan yang kita anut telah kita pahami dan kita amalkan sebagaimana adanya serta tidak boleh mengklaim bahwa kita yang paling benar dalam beragama. Penafsiran dan pemahaman kita terhadap suatu agama pastilah berbeda-beda, karena cara kita menafsirkan, memaknai dan memahami agama tersebut akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan individual kita, sehingga selalu akan bersifat subjektif. Subjektif inilah yang menyebabkan munculnya berbagai perbedaan pandangan dalam beragama, bahkan antar penganut dalam satu agama sekalipun pasti memiliki perbedaan. Oleh karena itu, kita seharusnya mampu melawan intoleransi yang lahir dari perbedaan dengan cara mengakui pluralitas.