Perkenalan Pertamaku dengan Puisi dan Laki-laki yang Menyakiti Kakak Perempuanku

Perkenalan Pertamaku dengan Puisi dan Laki-laki yang Menyakiti Kakak Perempuanku


Perkenalan pertama saya dengan puisi adalah perkenalan pertama saya dengan WS Rendra. Saya membaca WS Rendra sejak saya di bangku kelas satu SMP. Waktu itu, di sekolah kami, setiap sore, selalu ada kegiatan pembacaan puisi dan pementasan teater yang diikuti oleh siswa SMP, SMA, dan Mahasiswa di Kecamatan kami. Saya beberapa kali membacakan puisi WS Rendra dan Dzawawi Imron di kegiatan itu, kegiatan yang diinisiasi dan digerakkan oleh seorang alumni Universitas Negeri Makassar (UNM) sekaligus dosen Bahasa dan Sastra di Universitas Muhammadiyah Buton (UMB). Saya masih ingat wajah dosen itu, tapi saya tidak akan menyebut namanya di sini.

Dosen itu, juga adalah guru Bahasa Indonesia saya di sekolah, membuat saya jatuh cinta pada puisi, sekaligus membuat saya membencinya. Saya mencintai puisi setelah dia mengenalkan saya lebih dekat pada beberapa penyair seperti Chairil Anwar, WS Rendra, Dzawawi Imron, dan Subagio Sastrowardoyo, dengan membacakannya untuk kami. Tetapi, saya juga sekaligus membencinya—membenci puisi, sastra, dan dia, beberapa tahun setelahnya, guru sekolah sekaligus dosen itu menikahi kakak perempuan saya dan meninggalkannya begitu saja ketika kakak saya mengandung anak laki-lakinya. Hingga sekarang, dosen itu, yang mengenalkan saya pada puisi, tak pernah kembali lagi.

Anak laki-lakinya, kini, tumbuh tanpa ayah, umurnya sekitar 12 tahun, duduk di bangku kelas enam SD. Tahun lalu, ketika saya libur dan pulang kampung, saya menyaksikan anak itu berinteraksi dengan ayah saya seperti ayah kandungnya sendiri, tidur di kasur yang sama dan berangkat ke masjid bersama. Selama beberapa tahun sebelumnya, saya turut mengamati: anak laki-laki itu tumbuh dengan rentan, mudah menangis, dan susah bergurau.

Perkenalan saya dengan puisi adalah perkenalan saya dengan WS Rendra, sekaligus perkenalan saya pada laki-laki yang menikahi, menghamili, dan meninggalkan kakak perempuan saya bersama bayi kecil di perutnya. Perkenalan pertama saya dengan puisi adalah perkenalan pertama saya dengan penderitaan yang hidup ini wariskan secara tiba-tiba ke saya.
Load comments