Reportase Pemilu Serentak Desa Tontonunu

Reportase Pemilu Serentak Desa Tontonunu

Perjalanan pulang kampung untuk pemilu.

Setelah melewati beberapa tahap sebelum hari H pemilu—seperti tahapan kampanye dan sebagainya—tibalah hari di mana masyarakat berpesta merayakan suara Tuhan yang dimilikinya sebagai anugerah terbesar dari demokrasi (vox populi vox dei). Partisipasi masyarakat khususnya di Desa Tontonunu mencapai kisaran 95% dari jumlah pemilih tetap yang ada di desa ini.

Selama kurang lebih tujuh (7) jam prosesi pemungutan suara dilakukan (durasi pencoblosan) yakni dimulai jam 07:30 (pagi hari) sampai 02:00 (siang hari). Waktu pemungutan suara yang relatif panjang ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, terbatasnya jumlah bilik suara yang disediakan untuk jumlah pemilih yang cukup banyak.

Dalam prosesi pencoblosan, khususnya di Tempat Pemungutan Suara 1 (TPS 1) yang ada di Desa Tontonunu hanya menyediakan empat (4) bilik suara. Sehingga, masyarakat atau pemilih harus menjalani antrian yang cukup panjang. Sebagian masyarakat mengeluh karena pekerjaan menunggu yang mereka lakukan cukup melelahkan.

Hal yang menyebabkan pekerjaan mengantri dan menunggu giliran menjadi melelahkan dan membosankan adalah karena Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak menyiapkan cukup tempat duduk antrian untuk menanti giliran. Sehingga, masyarakat harus berdiri saat menunggu giliran.

Kedua, disebabkan oleh lambatnya persiapan PPS menyediakan kotak suara, kertas suara, dan hal-hal lainnya yang diperlukan untuk pemungutan suara. Lambatnya persiapan ini dapat dilihat dari pembukaan pemungutan suara yang terlambat. Pemungutan suara yang seharusnya dimulai jam 07:00 telat 30 menit setelahnya.

Saya tiba lebih awal di TPS bersama beberapa kelompok masyarakat atau pemilih, kami menunggu selama setengah jam hingga masyarakat sudah mulai ramai berdesakan ingin menyerahkan hak pilih dan partisipasi politiknya di bilik suara.

Secara umum, pemilih di Desa Tontonunu mewakili semua kalangan. Baik kalangan remaja (pemilih pemula) hingga pemilih lanjut usia. Bahkan dalam prosesi pemungutan suara ini, ada beberapa dari masyarakat selaku penyandang disabilitas (difabel). Dan berkat pemilihan umum yang adil dan berintegritas, semua kalangan mendapatkan kesempatan dan haknya dalam menentukan pilihan pemimpinnya lima (5) tahun ke depan.

Di Desa Tontonunu, ada lima (5) TPS yang disediakan. Saya sempat mengunjungi kelima TPS tersebut. Di beberapa TPS (2 dari 5 TPS yang ada), proses pemungutan suara selesai dilakukan lebih awal; selesai sebelum jam 01:30 siang. Namun di tiga (3) TPS yang lain, pemungutan suara baru selesai jam 03:30 menjelang sore hari. Kemudian barulah dilanjutkan perhitungan suara.

Karena beberapa penyebab keterlambatan di atas dan juga karena jumlah pemilih yang cukup banyak, serta karena pemilihan serentak—DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPRD Pusat, DPD Provinsi, dan Presiden/Wakil Presiden—perhitungan suara berlangsung awet dan cukup lama. Bahkan di salah satu TPS di desa kami dan di desa tetangga, baru usai setelah memasuki jam 11:00 malam hari.

Perhitungan suara—di beberapa TPS—berlangsung bahagia dengan candaan para masyarakat setempat yang menyaksikan perhitungan, di beberapa TPS pula berlangsung menegangkan karena banyak di antara masyarakat yang termasuk dalam kategori fanatik ketika mendapatkan suara akan berteriak seperti menyindir lawan politiknya. Dengan kejadian seperti itu, terpaksalah beberapa tim pengaman mengintruksikan agar tetap menjaga suasana kondusif perhitungan suara.

Akhir kata, perhitungan selesai. Banyak pendukung dan tim sukses merasa bahagia atas hasil perhitungan suara, namun ada pula yang merasa kecewa dengan hasil tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari raut wajah para tim sukses atau pemilih saat beranjak menjauhi TPS. Tapi keduanya, luput dari masyarakat awam yang berbahagia karena calon pemimpin pilihannya mendapatkan suara terbanyak di TPS-nya. Dan seolah malam berakhir bersama berakhirnya perkumpulan masyarakat seusai pesta.

Load comments