Bisakah Kita Memilih Kepada Siapa Akan Jatuh Cinta?

Bisakah Kita Memilih Kepada Siapa Akan Jatuh Cinta?

Photo by Jon Tyson on Unsplash

Malam menangis. Menahan rindu pada bintang yang tak kunjung menyinari gelap. Sebab bintang selalu saja takut pada awan kelam. Dan seperti lautan, awan kembali menggumpal di langit yang luas. Bertanda, hujan akan mengguyurkan kasihnya pada semesta.

Meski demikian, saya tidak urung untuk keluar malam. Satu hal yang membuat saya bersemangat keluar malam itu adalah buku. Di linimasa Facebook saya, muncul sebuah postingan dari Ikrimah Intuisi (sebuah toko buku) yang menginformasikan diskon buku-buku. Toko buku tersebut memberikan diskon besar-besaran dengan harga buku Rp. 1.000 – 10.000 per buku. Diskon ini berlaku hingga tanggal 1 Januari 2018.

Melihat postingan tersebut, saya menganga (hehe, terdengar berlebihan). Bagaimana tidak, salah satu buku yang diberi harga Rp. 10.000 adalah buku favorit saya, Cantik Itu Luka, karya Eka Kurniawan. Buku tersebut telah diterjemahkan lebih dari 25 bahasa dan tiba-tiba saja di salah satu toko buku di Makassar menjualnya dengan harga 10.000? Sontak, saya langsung bergegas dengan kendaraan saya yang paling setia menuju toko buku tersebut.

Meskipun toko buku tersebut berjarak cukup jauh dari tempat tinggal saya, namun bayangan buku-buku sekaliber Cantik Itu Luka membuatku tak merasakan jauhnya perjalanan. Bahkan toko buku tersebut pertama kali saya gawangi. Sebab memang toko buku tersebut masihlah baru di tempat tersebut (Toko buku tersebut berasal dari jalan Pongtiku dan membuka cabang di jalan Politeknik Unhas).

Saya tiba di depan rak-rak buku di toko buku itu. Lama nian saya melirik-lirik koleksi buku yang ada. Tetapi tak kunjung mendapati buku seperti di postingan Facebook. Akhirnya saya menanyakan buku tersebut ke penjaga bukunya.

“Kak, ada buku seperti yang kita posting di FB?” Tanyaku dengan melirik ke sudut rak buku yang lain.

“Sisa itumi dik,” sambil menunjuk tumpukan buku di atas meja.

Tak ada lagi buku sekaliber buku Cantik Itu Luka di sana. Saya berkeliling di beberapa rak buku dengan harapan dapat menemukan pengobat kecewa. Dan akhir kisah, saya pulang dengan membawa empat buku: Kabar Buruk dari Langit (Muhidin M. Dahlan), Startup Indonesia: Inspirasi dan Pembelajaran dari Para Pendiri Bisnis Digital, Beyond Twilight (Noey Moore), dan Antologi Puisi.

Dan faktanya sebelum beranjak pulang dengan membawa empat buku tersebut, saya menanyakan banyak judul buku. Tetapi semua pertanyaan saya dijawab dengan kalimat “tidak adami  stoknya dik.” Buku-buku yang saya tanyakan tersebut di antaranya adalah buku terbaru karangan Paulo Coelho, Sejarah Tuhan karya Karen Armstrong, Manusia Harimau karya Eka Kurniawan, Creative Writing karya A.S Laskana, dan beberapa judul buku tema Filsafat Agama. Tapi, tak satu pun yang tersedia.

Dan terakhir, satu-satunya judul buku yang saya tanyakan dan tersedia, adalah Sejarah Filsafat Barat karya Bertrand Russel. Tapi sayang, uang saku tidak mencukupi untuk membawa pulang buku tersebut. Akhir kata, dengan perasaan kecewa, saya bertanya pada diri saya sendiri: bisakah kita memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta?

Meskipun demikian, saya masih bisa memilih buku yang sedikit lebih murah. Dan akhirnya saya menemukan buku Muhidin M Dahlan, Kabar Buruk dari Langit. Saya memegang erat buku itu, seraya bergumam dalam hati: “Semoga harganya selevel dengan uang saku saya.”

Penjaga toko buku tersebut berbaik hati, ia menawarkan dua buku selain buku Muhidin tersebut. Ia menyodorkan buku Beyond Twilight dan memberi harga yang sangat murah. Semoga kandungan bukunya tidak semurah harganya. Akhir kata lagi, saya menanyakan kepada diri saya: bisakah kita memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta?

Niat keberangkatan ke toko buku tersebut adalah membawa pulang buku Cantik Itu Luka dan buku sekaliber dengannya. Tetapi selalu saja, bisakah kita memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta? Benar-benar tidak ada kepastian yang berarti bagi manusia. Seperti jodoh, hanya Tuhan yang tahu (weitzzz, hehehe).

Tetapi satu hal yang pasti bahwa saya berjodoh dengan keempat buku itu. “Selamat yah untuk wahai keempat buku, maukah kau menemaniku bermimpi malam ini? (lebay!)”

Buku itu mengangguk, seperti gadis yang baru pubertas, memiliki rasa ingin tahu akan malam pertama. Sebagai seorang jomblo, “gadis terbaik untuk saya saat ini adalah buku yang membuat saya bergairah.”

Entahlah, saya jatuh cinta. Tapi apa daya tidak tahu mengapa mesti kepada dia. Kepada orang yang telah memiliki amanah yang mesti dijaganya. Ehh, salah sambung! 😊 Selamat malam!

Load comments